PANDEGLANG, BCO – Petugas BKSDA bersama Polisi Hutan Panaitan serta anggota yayasan Animal Sanctuary Trust Indonesia (ASTI) melepasliarkan tiga ekor satwa endemik jawa yakni burung merak hijau di Pulau Handeuleum, Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, Kabupaten Pandeglang, Kamis 05 November 2020.
Pelepasan satwa yang dilindungi undang-undang ke alam liar itu sebagai upaya menjaga kelestarian hewan tersebut sehingga bisa berkembang biak di kawasan ini.
Kepala BKSDA Jabar Seksi Konservasi Wilayah I Serang Andre Ginson mengatakan, sebelum dilepaskan ke alam liar. Ketiga satwa tersebut sebelumnya telah menjalani karantina di Lembaga Konservasi ASTI di Ciwidey, Bogor, Jawa Barat selama dua tahun lamanya. Satwa – satwa tersebut didapat petugas dari masyarakat setempat yang sempat memelihara burung endemik jawa ini.
“Sebelumnya burung merak ini (merupakan) penyerahan sukarela dari masyarakat kepada BKSDA. Kemudian BKSDA menyerahkan di yayasan ASTI setelah keluar sifat asli dari hewan itu untuk layak dikembalikan ke alam aslinya,” kata Andre di Pulau Handeuleum kepada wartawan.
Ia juga mengimbau masyarakat di Banten atau Jawa Barat untuk menyerahkan hewan dilindungi. Menurut Andre, bagi warga yang memelihara satwa dilindungi tanpa izin bisa dikenakan sanksi pidan juga denda. Andre juga mengatakan, saat ini populasi burung merak masih tergolong banyak di Indonesia namun tetap tidak diperbolehkan melakukan perburuan ataupun sengaja memelihara satwa itu.
“Untuk ancaman pidana terhadap masyarakat yang memiliki satwa dilindungi tanpa izin itu akan dikenakan sanksi pidana 5 tahun penjara dan denda 100 juta. Kalau saat ini populasi satwa burung merak di Indonesia masih banyak,” jelasnya.
Sementara Kasie PPN Wilayah 1 Panaitan Husen mengatakan, Pulau Handeuleum merupakan habitat asli dari hewan jenis aves tersebut karena memiliki makanan yang cukup. “Alasan untuk dirilis di TNUK ini yang paling pokok adalah kesesuaian habitatmengingat bahwasanya merak hijau ini merupakan endemik jawa. Memang di TNUK ini sudah ada, seperti di semenanjung, pulau peucang juga ada tersebar. Kalau untuk daya dukung pakan saat ini insyaallah kawasan dan habitatnya mendukung untuk keberlanjutan spesies merak ini,” ujar Husen.
Hingga saat ini, sambung Husen, sudah ada 12 ekor merak yang dilepasliarkan dari yayasan ASTI dari tahun 2016 hingga 2020. Untuk diketahui, di kawasan itu ada 3 spesies hewan yg y dilindungi dan menjadi habitatnya.
“Sedangkan kalau hewan dilindungi itu ada 3 spesies, ada badak jawa, banteng jawa, dan beberapa spesies yang dilindungi seperti macan tutul didalamnya, dan untuk dilautnya ada penyu dan banyak yang lainnya. Dan kami memberikan apreaiasi setingi-tingginya kepada rekan-rekan dari ASTI yang sudah bersusah payah dengan membantu melestarikan dan merawat satwa yang dilindungi,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, tim kesehatan dari yayasan ASTI drh. Amira Putri Pertiwi menuturkan, selain melepaskan liarkan satwa di Kawasan TNUK, pihaknya juga sudah pernah melakukan hal serupa di beberapa wilayah di Indonesia.
“Kami juga selain merilis ke TNUK sudah melakukan ke luar Pulau Jawa seperti Sumatera, Kalimantan, dan kalau di TNUK sendiri sudah kedua kalinya,” aku Amira.
Diharapkan, satwa itu bisa berkembang biak dengan baik dan cepat beradaptasi di habitat aslinya itu. Diakui Amira, untuk hewan yang pernah dipelihara manusia itu memiliki kesulitan tersendiri saat masa karantina. Hal itu dikenakan satwa ini sudah terbiasa dengan prilaku pemeliharanya.
“Untuk kesulitan proses karantina itu dari prilaku hewannya sendiri, karena mereka itu tadinya rawatan manusia,” pungkasnya. []