CILEGON, BCO.CO.ID – Pesatnya pertumbuhan ekonomi dari tingginya investasi, beriringan dan tak terpisahkan dengan maraknya tempat hiburan di wilayah perkotaan.
Di Kota Cilegon sendiri, keberadaan dan operasional tempat hiburan diatur dalam Perda Nomor 02 Tahun 2003. Dalam Peraturan Daerah tersebut, tertulis beberapa pasal dan ayat yang menyatakan bahwa industri hotel dan restoran yang dapat menyediakan ruang karaoke, itupun dengan catatan tidak diperbolehkan ada sekat atau kamar-kamar tertentu dan jam operasional juga dibatasi.
Meskipun sudah ada regulasinya, namun hingga saat ini keberadaan tempat “dugem” menjamur di Kota Cilegon. Minuman keras, wanita penghibur dengan pakaian serba mini dapat ditemui dengan mudah di tempat ini. Selain itu, tempat ini sering direkatkan dengan transaksi prostitusi yang dinilai dapat mengancam kehidupan sosial budaya masyarakat. Tentu saja, bisnis prostitusi sangat berpengaruh terhadap kesehatan.
Disadur dari berbagai sumber, akibat pergaulan bebas ataupun prilaku seks tanpa pengaman menjadi salah satu faktor warga Cilegon terinfeksi penyakit AIDS yang disebabkan oleh serangan virus HIV (human immunodeficiency virus).
Berdasarkan data Dinkes Kota Cilegon, sejak tahun 2005 sampai September 2018 terdeteksi penderita HIV/AIDS sebanyak 733 orang, HIV 442 dan AIDS 311. Dari jumlah tersebut 227 meninggal, dan tersisa 506 kasus. Kemudian pada tahun 2019, tercatat ada 804 penderita dengan peningkatan sekitar 70-80 kasus baru setiap tahunnya. Pada 2019 peningkatan kasus HIV AIDS didominasi oleh prilaku LGBT.
Lalu bagaimana dengan tahun 2020, meskipun belum ada data rinci yang di rilis Dinkes Cilegon. Tahun 2020 menjadi tahun “istimewa” karena ada pandemi global Covid-19. Pandemi Covid-19 ini juga diduga kuat tidak berpengaruh besar pada sektor bisnis industri hiburan malam yang kerap menyediakan wanita penghibur sebagai salah satu layanan servis spesial.
Alih-alih harus tutup untuk mencegah dan mengendalikan penularan virus corona, pengunjung dan pengelola tempat hiburan tersebut kerap melanggar aturan pemerintah maupun protokol kesehatan yang wajib diterapkan. Terutama di wilayah perbatasan Kota Cilegon dan Kabupaten Serang, yakni di Jalan Lingkar Selatan (JLS).
Tentunya hal ini juga memancing emosi warga yang geram terhadap keberadaan tempat hiburan malam dan dinilai dapat menimbulkan masalah atau gangguan ketertiban masyarakat. Apalagi, Banten dikenal sebagai kota santri, masyarakatnya religius, dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pantauan BCO pada Selasa dinihari 01 Desember 2020 yang bertepatan dengan hari AIDS se-Dunia di JLS hingga Merak, pelayan pada bisnis kasih sayang ini dapat dengan mudah ditemui dengan tarif yang bervariasi. Selain wanita original, terdapat juga waria yang kerap mangkal menawarkan jasa servisnya. Tentunya hal ini berpengaruh bagi kesehatan manusia apabila terjerumus dalam lingkaran tersebut.
Peran serta pemerintah daerah tidak akan cukup apabila tidak dibarengi dengan edukasi terhadap masyarakat tentang bahaya HIV AIDS guna melindungi masa depan warganya untuk mencetak generasi yang berkualitas.
Selain itu, 1 Desember merupakan peringatan hari HIV AIDS se-dunia, dimana dalam pelaksanaannya, hari HIV AIDS selalu diisi dengan kegiatan yang bertujuan menyadarkan masyarakat tentang bahaya dari virus HIV.
Virus HIV sendiri disebabkan oleh perilaku seks bebas tanpa pengaman serta aktivitas lain yang berpotensi menularkan virus dari penderita awal ke orang lain. Seperti berbagi penggunaan jarum suntik, dan transfusi darah dari penderita ke orang sehat.
Apabila tidak segera ditangani dengan baik maka virus HIV akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya, sampai saat ini belum ada obat untuk menangani HIV dan AIDS.
Untuk diketahui, hari AIDS Sedunia pertama kali dicetuskan pada Agustus 1987 oleh James W. Bunn dan Thomas Netter, dua petugas informasi publik untuk Program Global AIDS Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss.
Seiring waktu berjalan, Program Bersama PBB untuk HIV / AIDS (UNAIDS) kemudian menciptakan Kampanye AIDS Sedunia pada tahun 1997 dengan fokus pada komunikasi, pencegahan dan pendidikan sepanjang tahun. Pada tahun 2004, Kampanye AIDS Dunia menjadi organisasi independen.
Pada tahun 2020 ini, Organisasi Kesehatan dunia (World Health Organization) menyerukan tema “Solidaritas Global” pada peringatan Hari HIV AIDS Sedunia tahun ini.
Ini adalah seruan untuk fokus pada kelompok rentan yang sudah berisiko dan memperluas cakupan ke anak-anak dan remaja.
Tema ini juga dikarenakan tahun 2020 adalah tahun Perawat dan Bidan Internasional. Ini adalah seruan untuk lebih banyak perlindungan dan dukungan bagi para petugas kesehatan yang telah lama berada di garis depan dalam pemberian layanan HIV.
Masyarakat dapat berkontribusi pada upaya penanggulangan AIDS dan menjadikan dunia tempat yang lebih sehat. []