CILEGON, BCO.CO.ID – Seorang guru bernama Heti Kustrianingsih, asal Komplek BBS, Kota Cilegon, merasa dirugikan karena tak lolos usai pelaksanaan tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), padahal nilai yang diperolehnya melebihi ambang batas nilai yang ditentukan. Bahkan, jika diakumulasikan dengan empat peserta yang mengikuti tes ia mendapatkan nilai tertinggi dari yang lainnya.
Selain itu dari perolehan nilai yang diambilnya dari situs berbeda, Heti mengatakan, ada sistem yang meluluskan guru lain padahal nilainya jauh lebih kecil dari yang ia peroleh.
“Kami merasa dirugikan, yang tadinya guru itu tidak lulus menjadi lulus. Saya yang harusnya lulus menjadi tidak lulus. Kami tidak mengganggu guru induk yang sudah diterima, kami hanya menuntut tempatkan kami di sekolah yang belum ada formasinya,” kata Heti Kustrianingsih, kepada wartawan, Jumat 15 Oktober 2021.
Heti memaparkan, ia sendiri bukannya tidak mau ikut tes yang kedua kalinya. Namun dalam tes itu, banyak peserta guru yang telah bersertifikasi dari sekolah negeri maupun swasta. Ia sendiri mengaku hanya ingin meminta kejelasan soal nasibnya berdasarkan nilai yang ia peroleh saat tes. “Kami minta kejelasan nasib kami. Kalau kami sudah jelas nasibnya nilai kami bagaimana, kami akan terima. Tapi kalau belum jelas, kami mohon diundur tahap dua,” paparnya.
Heti sendiri mengaku sebagai korban dari sistem. Pasalnya dari sekolah yang dilamar tersebut tidak ada penguncian sistem jika sekolah tersebut seudah memiliki guru induk.
“Ya salah satunya kami dari korban sistem. Sepanjang mengikuti tes seleksi CPNS, baru kali ini saya menemukan kasus macam kita ini, Lulus passing grade peringkat satu juga, eh dinyatakan tidak lulus dengan alasan non induk, sangat tidak manusiawi alasannya. Jika memang kompetisi untuk guru induk, kenapa tidak buka tes khusus guru induk yang ada formasi saja? Guru yg sekolahnya tidak ada formasi ya duduk diem aja enggak usah repot-repot ikutan daftar atau tes,” imbuh guru yang sudah mengajar dari tahun 2006 ini.
Karena sistem yang tidak meloloskannya inilah, Heti yang masuk dalam grup guru honorer se-Indonesia dan bernasib sama ini, melayangkan surat terbuka kepada Mendikbud RI Nadiem Makarim dan sejumlah pejabat di DPR RI mauapun pemerintah daerah melalui media sosial yang mereka miliki. Dan katanya, ada 14 orang guru juga di Cilegon dan kontak grupnya se-Indonesia yang memiliki nilai tinggi namun tak lolos.
“Kami baru berusaha menyampaikan suara kami melalui PGRI baik kota maupun provinsi, intinya kami mohon kepada pemerintah memberikan kejelasan nasib kami. Kami mohon P1, P2, P3, baik X maupun Y tempatkan di formasi sekolah yang masih kosong. Kami tidak mengganggu guru induk yang sudah diterima, karena itu sudah keputusannya. Jangankan kantor Walikota, kalau saya diterima di kantor Kemendikbud, saya datang. Cilegon Jakarta mah enggak jauh, karena saya merasa sudah diberlakukan tidak adil,” pungkas Heti. []