BCO.CO.ID – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan per 01 April 2022, secara resmi menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen. Dengan naiknya PPN, secara otomatis barang dan kebutuhan masyarakat bakal mengikuti perkembangan tersebut.
Kementerian Keuangan dalam keterangan resmi yang dikutip BCO Media dari CNBC menyatakan, keputusan ini merupakan amanat UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Pasal 7 Tahun 2021. “Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal sebagai pondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal dan berkelanjutan,” tulis keterangan resmi Kementerian Keuangan.
Meskipun kecil, namun kenaikan PPN ini juga bakal berdampak pada sejumlah barang-barang kebutuhan masyarakat. Apalagi, kenaikan PPN terjadi saat menjelang bulan suci ramadhan 1443 H.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, kenaikan PPN ini masih dianggap rendah jika dibandingkan negara lainnya. “11 persen itu tinggi gak? kalau dibandingkan banyak negara di G20, OECD, maka kita liat PPN rata-rata di negara tersebut adalah 15-15,5 persen,” ungkap Sri Mulyani.
Oleh sebab itu, kenaikan PPN ini harus tetap diberlakukan meskipun banyak kalangan yang menilai bukan waktu yang tepat. Menurutnya, perekonomian sudah mulai pulih dan APBN yang sebelumnya sudah bekerja begitu keras harus kembali disehatkan.
“Nah PPN kita melihat spacenya masih ada. Jadi kita naikkan hanya 1%. Namun kita paham, sekarang fokus kita pemulihan ekonomi. Namun pondasi untuk pajak yang kuat harus mulai dibangun,” tuturnya.
Dijelaskan, kenaikan PPN tidak bisa hanya dilihat dalam jangka pendek. Sebab, ini dilakukan guna membangun Indonesia yang makin kuat ke depannya. Dengan demikian, maka ia menekankan bahwa kenaikan PPN bukan untuk makin menyusahkan masyarakat. Namun untuk membangun masa depan yang akan dinikmati oleh masyarakat juga.
“Jadi jangan bilang saya nggak perlu jalan tol, saya nggak makan jalan tol dan lain-lain, tapi banyak sekali instrumen pajak masuk ke masyarakat. Anda pakai listrik, LPG, naik motor dan ojek itu ada elemen subsidi. Oleh karena itu, elemen pajak yang kuat untuk menjaga rakyat sendiri, bukan untuk menyusahkan rakyat,” jelas Sri Mulyani. []