CILEGON, BCO.CO.ID – Greenpeace Indonesia sebagai organisasi lingkungan global mengkritik kebijakan Pemprov Banten yang memberikan izin terhadap PT Indonesia Power untuk membangun PLTU unit 9 dan 10 yang berlokasi di Kelurahan Suralaya, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon.
Menurut organisasi lingkungan global ini, pembangunan unit 9 dan 10 PLTU Suralaya yang menggunakan batu bara sebagai bahan utama pembangkit listrik itu, hanya akan menambah masalah bagi persoalan lingkungan.
“Banyaknya alasan @walhi.nasional menggugat Pemprov Banten terkait pemberian izin lingkungan kepada PT Indonesia Power tentang rencana kegiatan pembangunan PLTU Suralaya unit 9-10 beserta fasilitas penunjangnya, membuat kita semakin yakin kalau pembangunan PLTU batu bara hanya menambah masalah,” seperti dikutip dari akun instagram Greenpeace Indonesia (@greenpeaceid), Rabu 11 November 2020.
Dijelaskan Greenpeace Indonesia, Banten merupakan provinsi dengan jumlah PLTU paling banyak di Indonesia dengan jumlah 21 unit. Selain itu, PLTU Suralaya juga disebutkan sebagai penyumbang polusi antropogenik SO2 terbesar di Asia Tenggara yang dibubuhi emoticon sedih serta hashtag #StopPLTUBaru, #NoMoreCoalPowerPlants.
“PLTU Suralaya merupakan penyumbang pencemar udara antropogenik SO2 terbesar di Asia Tenggara. Wow sebuah prestasi. Dengan predikat wow seperti ini, Pemprov Banten masih saja membuka izin untuk pembangunan PLTU batu bara,” pungkas Greenpeace.
Untuk diketahui, polusi antropogenik SO2 merupakan hasil dari pembakaran batu bara yang menyisakan Sulfur Dioksida (SO2). Sulfur Dioksida juga merupakan pencemar udara utama yang bisa berpengaruh pada kesehatan serta menyebabkan anomali cuaca.
PLTU unit 9 dan 10 ini diperkirakan memakan anggaran Rp40 triliun dan berfungsi sebagai pemasok listrik di Pulau Jawa dan Bali dengan total kapasitas 2×1.000 Megawatt (MW). []