CILEGON, BCO – Menjelang tahapan verifikasi faktual (verfak) yang akan dilaksanakan KPU Kota Cilegon pada tanggal 27 Juni 2020 mendatang, Bawaslu Kota Cilegon akan melakukan pengawasan untuk memastikan petugas verfak pada pencalonan jalur perseorangan tidak melanggar aturan perundang-undangan yang ada.
Ketua Bawaslu Kota Cilegon Siswandi menuturkan, pengawasan saat verifikasi faktual menggunakan dua metode. Yaitu dengan pengawasan melekat (waskat) dan sampling (audit). Kemudian, Bawaslu juga akan melakukan pemetaan (mapping) terhadap indeks kerawanan Pilkada Cilegon 2020.
“Nanti personel Bawaslu baik kelurahan, dan kecamatan melakukan pendampingan terhadap petugas KPU, atau peneliti melakukan standar kerja sesuai aturan perundang-undangan. Lalu sampling, yang ini terpaksa dilakukan, karena secara personal kita sedikit. Bila dibandingkan jumlah petugas KPU hanya sepertiga, di sana 250-an di kami 90-an,” kata Siswandi, Ketua Bawaslu Kota Cilegon ditemui wartawan di Kantor Bawaslu Kota Cilegon, Kelurahan Masigit, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon, Jumat, 26 Juni 2020.
Selain itu, bila ditemukan ada pendukung atau pemilik e-KTP yang memberikan identitasnya kepada dua bakal calon (balon) jalur perseorangan, maka petugas akan memastikan orang tersebut hanya memberikan dukungannya terhadap satu calon, yang selanjutnya akan diberikan dokumen B5-KWK atau surat penarikan dukungan terhadap salah satu balon.
“Dari penyelenggara sendiri, bila mengarahkan pada salah satu calon dan menjadi temuan kita. Maka akan kita berikan rekomendasi berupa sanksi kepada KPU, mengingat yang berwenang dalam hal tersebut adalah KPU. Bila hasil pleno Panwascam, dan PPL, maka langsung diberikan rekomendasi kepada penyelenggara. Apabila administrasi akan direkomendasikan kepada PPK berupa teguran, atau saran. Bila kode etik itu masuk ke KPU,” bebernya.
Lebih lanjut, Siswandi mengatakan, bila ditemukan ada pemalsuan data yang bertentangan dengan perundang-undangan pasal 185 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, baik penyelenggara ataupun tim sukses balon, mereka dapat dijerat dengan pidana penjara sikat 36 bulan, dan paling lama 72 bulan atau 6 Tahun. Serta denda maksimal 72 juta rupiah.
“Kalau unsur pemalsuan dan dilanjutkan dengan pelaporan, itu masuk ke ranah pidana. Hal tersebut saat melakukan verfak ditanya dukung mana. Kalau pendukung enggak diterima itu lain hal, tapi kalau enggak terima tapi tidak melaporkan hanya bisa diungkapkan di surat pernyataan. Semua kembali kepada pemilik KTP karena disitu ada surat kalau tidak mendukung ada di B5-KWK,” tandasnya. []