BCO.CO.ID – Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten yang dirilis pada Kamis 17 Juli 2023, jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten pada Maret 2023 mencapai 826,13 ribu orang atau menurun 3,53 ribu orang terhadap September 2022 namun mengalami peningkatan 12,11 ribu orang terhadap Maret 2022. Secara persentase penduduk miskin di Provinsi Banten pada Maret 2023 tercatat sebesar 6,17 persen, menurun 0,07 persen poin terhadap September 2022 namun meningkat sebesar 0,01 persen poin terhadap Maret 2022.
Dalam laporan itu, BPS Banten menyebut, persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2022 sebesar 5,89 persen, naik menjadi 6,00 persen pada Maret 2023. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada September 2022 sebesar 7,29 persen, turun menjadi 6,79 persen pada Maret 2023. Dibanding September 2022, jumlah penduduk miskin Maret 2023 perkotaan naik sebanyak 36,99 ribu orang (dari 586,21 ribu orang pada September 2022 menjadi 623,19 ribu orang pada Maret 2023). Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan turun sebanyak 40,52 ribu orang (dari 243,45 ribu orang pada September 2022 menjadi 202,93 ribu orang pada Maret 2023).
“Garis Kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp618.721,/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp448.240, (72,45 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp170.481, (27,55 persen). Pada Maret 2023, secara rata-rata rumah tangga miskin di Banten memiliki 4,92 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp3.044.107/rumah tangga miskin/bulan,” tulis BPS Banten, dikutip BCO Media, Minggu 13 Agustus 2023.
Secara umum, pada periode 2013–2023 tingkat kemiskinan di Banten cenderung fluktuatif baik dari sisi jumlah maupun persentase. Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode September 2013, Maret 2015, September 2017, dan September 2018 dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak. Sedangkan pada periode September 2020 sampai dengan Maret 2021 kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin disebabkan oleh munculnya pandemi Covid-19.
Pada periode Maret 2023 jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Banten cenderung menurun. Namun jika dilihat dari segi wilayah, penurunan hanya terjadi pada wilayah perdesaan saja. Penurunan TPT Agustus 2022-Februari 2023 di daerah perdesaan lebih cepat dibandingkan daerah perdesaan. Di daerah perdesaan turun mencapai 0,22 persen poin hingga menjadi 7,73 persen di Agustus 2022. Sementara di daerah perkotaan hanya turun 0,07 persen poin hingga menjadi 7,73 persen pada Februari 2023. Di daerah perdesaan, rata-rata NTP periode Oktober 2022-Maret 2023 mencapai 101,91, lebih tinggi dibandingkan periode April-September 2022 yang hanya sebesar 98,67. Selain itu, rata-rata upah buruh nominan pada periode yang sama meningkat dari 67.444 rupiah menjadi 68.246 rupiah. Kenaikan garis kemiskinan di daerah perkotaan mencapai 4,59 persen, sedangkan di perdesaan hanya sebesar 3,16 persen.
Pada poin Perkembangan Tingkat Kemiskinan periode Maret 2022–Maret 2023, jumlah penduduk miskin di Banten pada Maret 2023 mencapai 826,13 ribu orang. Dibandingkan Maret 2022, jumlah penduduk miskin menurun 12,11 ribu orang. Sementara jika dibandingkan dengan September 2022, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 3,53 ribu orang. Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 tercatat sebesar 6,17 persen, meningkat 0,01 persen poin terhadap Maret 2022 dan menurun 0,07 persen poin terhadap September 2022.
“Berdasarkan daerah tempat tinggal pada periode September 2022-Maret 2023, jumlah penduduk miskin perkotaan naik sebesar 37 ribu orang, sedangkan di perdesaan turun sebesar 40,5 ribu orang. Persentase kemiskinan di perkotaan naik dari 5,89 persen menjadi 6,00 persen. Sementara itu, di perdesaan turun dari 7,29 persen menjadi 6,79 persen,” ungkap BPS Banten lagi.
Selain itu, Garis Kemiskinan (GK) pada Maret 2023 adalah sebesar Rp618,721,- per kapita per bulan. Dibandingkan September 2022, Garis Kemiskinan naik sebesar 3,34 persen. Sementara jika dibandingkan Maret 2022, terjadi kenaikan sebesar 8,48 persen. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2023 sebesar 72,45 persen.
Pada Maret 2023, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK, baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya hampir sama. Beras memberi sumbangan terbesar yakni sebesar 15,36 persen di perkotaan dan 21,75 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK baik di perkotaan yakni sebesar 14,92 persen maupun di perdesaan yakni sebesar 15,55 persen. Komoditi lainnya adalah daging ayam ras (4,55 persen di perkotaan dan 2,81 persen di perdesaan), telur ayam ras (3,86 persen di perkotaan dan 2,92 persen di perdesaan), mie instan (2,78 persen di perkotaan dan 2,38 di perdesaan), kopi bubuk & kopi instan (sachet) (2,55 persen di perkotaan dan 2,46 persen di perdesaan), roti (2,23 persen di perkotaan dan 2,75 di perdesaan), dan seterusnya.
Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar baik pada GK. Kemudian, secara rata-rata garis kemiskinan per rumah tangga pada Maret 2023 adalah sebesar Rp3.044.107 /bulan naik sebesar 15,03 persen dibanding kondisi September 2022 yang sebesar Rp2.646.466/bulan.
“Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin,” ujar BPS.
Pada periode September 2022-Maret 2023, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2023 sebesar 1,204 naik dibandingkan September 2022 yang sebesar 0,790. Demikian juga dengan Indeks Keparahan Kemiskinan, pada periode yang sama mengalami kenaikan dari 0,157 menjadi 0,363. Apabila dibandingkan berdasarkan daerah, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) perkotaan lebih tinggi daripada perdesaan. Pada Maret 2023, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan sebesar 1,246, sedangkan di perdesaan lebih rendah, yaitu mencapai 1,060. Demikian pula untuk nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di perkotaan adalah sebesar 0,393 sedangkan di perdesaan lebih rendah, yaitu mencapai 0,260.
BPS mengungkap, beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan selama periode September 2022-Maret 2023 antara lain adalah terjadi pengurangan tenaga kerja di beberapa industri padat karya pada akhir 2022. Inflasi umum periode September 2022-Maret 2023 sebesar 1,05 persen lebih rendah dibandingkan inflasi umum periode Maret 2022-September 2022 sebesar 3,08 persen, pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2022-triwulan I 2023 turun sebesar 0,87 persen, dibandingkan dengan triwulan I 2022-triwukan III 2022 yang tumbuh sebesar 2,72 persen. Nilai Tukar Petani (NTP) Maret 2023 sebesar 102,47 meningkat dibanding September 2022 sebesar 99,97. Pada Februari 2023, persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 7,97 persen. Dimana di daerah perkotaan sebesar 8,06 persen, lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan sebesar 7,73 persen.
Sebagai informasi, jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan Kabupaten/Kota di Banten pada tahun 2020-2022 tercatat sebanyak 12 juta lebih. []